Inspirasi Wayang untuk Koleksi Busana Modern
A
A
A
JAKARTA - WARISAN budaya Nusantara khususnya wayang bisa diinterpretasikan dalam busana bersiluet modern.
Hal inilah yang dihadirkan desainer kelahiran Solo, Jawa Tengah, Sapto Djojokartiko dalam peragaan busana bertajuk Wisik . Pertunjukan seni wayang di Sriwedari, Solo, kerap menjadi hiburan ketika Sapto mengunjungi kota kelahirannya.
“Saya sering pulang ke Solo dan menyaksikan pertunjukan wayang di Sriwedari, tapi tempat itu kurang diminati. Melalui bisikan yang saya dapat, saya ingin koleksi ini juga berbisik kepada generasi muda bahwa kita punya karya seni yang harus dilestarikan,” kata Sapto di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (20/8).
Sapto bercerita, koleksi kali ini membawanya ke kehidupannya sehari-hari waktu kecil. Memori yang membawa tentang kebudayaan, kebiasaan, adat yang dulu dia lihat. “Ketika pulang dan melihat seni pertunjukan, saya seperti mendapat bisikan atau wisik dari masa lalu untuk mau mengangkat kekayaan Solo dan keindahan wayang asli tanah Jawa,” ujar Sapto.
Wisik yang dalam bahasa Sanskerta berarti ëbisikan hatií merupakan sesuatu yang Sapto interpretasikan dalam 57 koleksi busana di Spring/Summer 2020 kali ini. Di koleksi ini interpretasi wayang Sapto lebih light dengan maksud agar pencinta mode milenial masih bisa mengenakan, tapi tetap menyukai koleksi tersebut dan tahu ada makna di balik koleksi Wisik ini.
Pergelaran busana Wisik menjadi rangkaian kegiatan “Kala, Capturing Indonesian Artistry” untuk memperingati kemerdekaan Republik Indonesia di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta. Sapto memilih menampilkan koleksinya di Bali Room, di mana tempat tersebut merupakan ballroom pertama yang ada di Asia Tenggara pada tahun 1962.
Sapto mengaku merasa terhormat mendapat kesempatan untuk mempresentasikan koleksi kali ini di sebuah tempat bersejarah, di mana acara-acara legendaris pernah diadakan, yaitu di Bali Room Hotel Indonesia Kempinski.
“Selain merupakan simbol modernitas dikarenakan ruangan tersebut merupakan ballroom pertama yang dibangun di Indonesia, kemegahan Bali Room seperti membawa saya kembali ke tahun 1960-an untuk dapat lebih mengerti asal-usul diri saya sendiri,” ucap Sapto.
Bali Room adalah ballroom yang berbentuk oval dengan lampu hiasan yang mewah. Runway ditata dengan memberikan kesan futuristik lewat piramida kaca yang ditata tak beraturan. Sapto menginterpretasikan piramida ini seperti tumpengan sebagai cara memperingati kemerdekaan.
Sekitar pukul 19.00 malam, para tamu undangan sudah memadati Bali Room. Sejumlah selebriti Tanah Air tampak menghadiri peragaan busana ini, seperti Dian Sastrowardoyo, Reza Rahadian, Nagita Slavina, dan Andien.
Sekitar jam delapan malam, peragaan busana pun dimulai. Para model melenggang mengitari gunungan piramida itu dengan tempo cepat, diiringi musik arahan Jonathan Kusuma. Meski mengambil wayang sebagai inspirasi, Sapto mempresentasikan inspirasi tersebut secara halus dan tidak langsung.
Sapto mengambil unsur-unsur wayang, lalu meraciknya dalam panduan garis geometris seolah membentuk gunungan pada wayang. Motif gunungan ini banyak menghiasi kain yang digunakan Sapto. Terkait dengan warna, Sapto mencoba keluar dari zona nyama.
Di koleksi terdahulu, Sapto sering menggunakan warna nude dan pastel dengan permainan bahan lace. Kini, dia lebih banyak menghadirkan warna vibrant yang kuat seperti hijau, ungu, pink , dan kuning neon. Meski terdapat beberapa permainan tabrak warna dan motif, Sapto tetap memegang pakem-pakem yang menjadi ciri khasnya.
Koleksi Wisik berhasil membius para penonton. Busana indah dari mulai outer , gaun maxi , atasan draperry hingga cocktail dress bersiluet longgar hadir memikat mata. Terdapat pula busana laki-laki seperti kemeja, atasan tunik hingga outer yang unik.
Salah satu model menggunakan coat berwarna pastel lembut yang dihiasi bordiran berwarna neon yang mencolok. Aplikasi serupa juga menghiasi dress siluet A yang transparan. Desainer lulusan ESMOD ini membuat motif tampak bertekstur menggunakan teknik bordir sulam dan patchwork atau penggabungan kain.
Kain-kain itu dirancang menjadi busana dengan garis desain yang sederhana. “Selain wayang, saya juga terinspirasi dari dodotan dan sampur atau selendang. Inspirasi-inspirasi tersebut saya interpretasikan dengan cara yang modern dan sederhana,” ujar Sapto. (Dwi Nur Ratnaningsih)
Hal inilah yang dihadirkan desainer kelahiran Solo, Jawa Tengah, Sapto Djojokartiko dalam peragaan busana bertajuk Wisik . Pertunjukan seni wayang di Sriwedari, Solo, kerap menjadi hiburan ketika Sapto mengunjungi kota kelahirannya.
“Saya sering pulang ke Solo dan menyaksikan pertunjukan wayang di Sriwedari, tapi tempat itu kurang diminati. Melalui bisikan yang saya dapat, saya ingin koleksi ini juga berbisik kepada generasi muda bahwa kita punya karya seni yang harus dilestarikan,” kata Sapto di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (20/8).
Sapto bercerita, koleksi kali ini membawanya ke kehidupannya sehari-hari waktu kecil. Memori yang membawa tentang kebudayaan, kebiasaan, adat yang dulu dia lihat. “Ketika pulang dan melihat seni pertunjukan, saya seperti mendapat bisikan atau wisik dari masa lalu untuk mau mengangkat kekayaan Solo dan keindahan wayang asli tanah Jawa,” ujar Sapto.
Wisik yang dalam bahasa Sanskerta berarti ëbisikan hatií merupakan sesuatu yang Sapto interpretasikan dalam 57 koleksi busana di Spring/Summer 2020 kali ini. Di koleksi ini interpretasi wayang Sapto lebih light dengan maksud agar pencinta mode milenial masih bisa mengenakan, tapi tetap menyukai koleksi tersebut dan tahu ada makna di balik koleksi Wisik ini.
Pergelaran busana Wisik menjadi rangkaian kegiatan “Kala, Capturing Indonesian Artistry” untuk memperingati kemerdekaan Republik Indonesia di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta. Sapto memilih menampilkan koleksinya di Bali Room, di mana tempat tersebut merupakan ballroom pertama yang ada di Asia Tenggara pada tahun 1962.
Sapto mengaku merasa terhormat mendapat kesempatan untuk mempresentasikan koleksi kali ini di sebuah tempat bersejarah, di mana acara-acara legendaris pernah diadakan, yaitu di Bali Room Hotel Indonesia Kempinski.
“Selain merupakan simbol modernitas dikarenakan ruangan tersebut merupakan ballroom pertama yang dibangun di Indonesia, kemegahan Bali Room seperti membawa saya kembali ke tahun 1960-an untuk dapat lebih mengerti asal-usul diri saya sendiri,” ucap Sapto.
Bali Room adalah ballroom yang berbentuk oval dengan lampu hiasan yang mewah. Runway ditata dengan memberikan kesan futuristik lewat piramida kaca yang ditata tak beraturan. Sapto menginterpretasikan piramida ini seperti tumpengan sebagai cara memperingati kemerdekaan.
Sekitar pukul 19.00 malam, para tamu undangan sudah memadati Bali Room. Sejumlah selebriti Tanah Air tampak menghadiri peragaan busana ini, seperti Dian Sastrowardoyo, Reza Rahadian, Nagita Slavina, dan Andien.
Sekitar jam delapan malam, peragaan busana pun dimulai. Para model melenggang mengitari gunungan piramida itu dengan tempo cepat, diiringi musik arahan Jonathan Kusuma. Meski mengambil wayang sebagai inspirasi, Sapto mempresentasikan inspirasi tersebut secara halus dan tidak langsung.
Sapto mengambil unsur-unsur wayang, lalu meraciknya dalam panduan garis geometris seolah membentuk gunungan pada wayang. Motif gunungan ini banyak menghiasi kain yang digunakan Sapto. Terkait dengan warna, Sapto mencoba keluar dari zona nyama.
Di koleksi terdahulu, Sapto sering menggunakan warna nude dan pastel dengan permainan bahan lace. Kini, dia lebih banyak menghadirkan warna vibrant yang kuat seperti hijau, ungu, pink , dan kuning neon. Meski terdapat beberapa permainan tabrak warna dan motif, Sapto tetap memegang pakem-pakem yang menjadi ciri khasnya.
Koleksi Wisik berhasil membius para penonton. Busana indah dari mulai outer , gaun maxi , atasan draperry hingga cocktail dress bersiluet longgar hadir memikat mata. Terdapat pula busana laki-laki seperti kemeja, atasan tunik hingga outer yang unik.
Salah satu model menggunakan coat berwarna pastel lembut yang dihiasi bordiran berwarna neon yang mencolok. Aplikasi serupa juga menghiasi dress siluet A yang transparan. Desainer lulusan ESMOD ini membuat motif tampak bertekstur menggunakan teknik bordir sulam dan patchwork atau penggabungan kain.
Kain-kain itu dirancang menjadi busana dengan garis desain yang sederhana. “Selain wayang, saya juga terinspirasi dari dodotan dan sampur atau selendang. Inspirasi-inspirasi tersebut saya interpretasikan dengan cara yang modern dan sederhana,” ujar Sapto. (Dwi Nur Ratnaningsih)
(nfl)